Pariwisata & Budaya

Tradisi Tapal Kuda Ritual Berdarah ‘OJUNG’ Diyakini Bisa Datangkan Hujan

Screenshot_2024-04-05-09-17-02-02_99c04817c0de5652397fc8b56c3b3817

tapalkudamedia.com

Ritual yang sangat kental diwilayah tapal kuda salah satunya ojung.Ritual ini tergolong unik karena harus berdarah-darah.

6728ecd88ab74cb1b023609657811a20
IMG-20240425-WA0040

Tradisi ojung yang diyakini sudah ada sejak Abad ke 13 itu, masih menjadi tontonan menarik bagi masyarakat wilayah tapal kuda , Tak hanya warga setem­pat, namun pengunjung juga datang dari sejumlah daerah terdekat,  Bahkan permainan tradisi ojung ini juga mendapat perhatian wisatawan manca Negara.

Ojung biasanya dilaksanakan tiap bulan kedelapan penanggalan Madura, yaitu bulan Rebbe. Di bulan ini masyarakat Madura dan Bondowoso mengadakan slametan desa yang dinamakan Gadhisa. Acara ini dilakukan untuk menjaga desa dari bencana atau hal-hal yang tidak diinginkan. Sehari setelah Gadhisa, para penduduk baru mengadakan ritual Ojung.

iklan dalam

Setiap akhir musim kemarau, Desa Tapen, Kecamatan Bondowoso, Jawa Timur, orang-orang berkumpul untuk menyaksikan ritual Ojung. Ritual ini dilakukan sebagai permohonan turunnya hujan kepada Tuhan. Seperti apa ritual Ojung.

Ritual Ojung yang unik ini tidak hanya dilakukan di Bondowoso saja. Ritual ini juga dilakukan di Pulau Madura ,Situbondo  dan di Tengger, Gunung Bromo. Yang membedakan antara ritual Ojung di Bondowoso dan Madura dengan yang di Tengger adalah waktu pelaksanaannya. Di Bondowoso dan Madura, Ritual berdarah Ojung diwilayah tapal kuda budaya yang diyakini dapatmengundang turunnya hujan setelah musim kemarau, sementara di Tengger, Ojung diadakan tiap perayaan hari raya Karo.

Dalam Ojung, dua orang pria berhadapan dengan bertelanjang dada sambil menggenggam erat sebatang rotan. Saat musik dimainkan, kedua pria tersebut bergoyang mengikuti alunan musik. Tidak hanya itu saja, rotan yang dipegang kemudian digunakan untuk saling menyabet lawan. Dari luka yang meneteskan darah, diharapkan akan dapat mengundang turunnya hujan.

Untuk memulai ritual Ojung, diperlukan dua orang pria, satu orang wasit, satu orang pendamping untuk tiap petarung Ojung, dan dua orang yang akan menandai luka akibat sabetan rotan. Di Madura, para petarung Ojung harus mengenakan pelindung muka dan kepala yang terbuat dari sabut kelapa. Tapi di Bondowoso, petarung Ojung hanya mengenakan kopiah dan odheng (ikat kepala) yang diikatkan di pinggang. Meskipun begitu, ada larangan untuk menyabetkan rotan ke bagian muka atau kepala. Daerah target sabetan hanyalah bagian leher, dada, perut, lengan atas, dan punggung.

Tiap pertandingan Ojung terdiri dari tiga ronde. Tiap ronde para petarung harus berusaha mendaratkan sebanyak-banyaknya pukulan rotan ke tubuh lawannya. Tiap luka yang timbul akan segera diberi tanda oleh kedua orang yang bertugas. Setelah tiga ronde berakhir, peserta yang menyabetkan luka paling banyak dinyatakan sebagai pemenang. Ritual Ojung ini juga dianggap sebagai tanda keberanian mental dan kejantanan para pesertanya. Namun, meski bersifat Ojung bersifat keras dan para petarungnya saling melukai, tiap selesai satu pertandingan kedua peserta harus tetap bergoyang dan bersalaman untuk menunjukkan tidak adanya permusuhan atau dendam setelah acara ini selesai.

Jika dulu Ojung hanya boleh diikuti oleh peserta berumur 21-50 tahun, kini banyak peserta berumur 10-20 tahun yang mengikuti Ojung,tontonan ritual ini selalu banyak diminati diwilayah tapal kuda.(rif)

IMG-20240429-WA0000
67f1cfdb785348099fb80d095209944c

Related posts

Imelda Akmal Luncurkan Buku “Banyuwangi Now”

Berjibaku Masyarakat dan Pemkab Bondowoso Tak Sia-Sia ,Kini Ijen Geopark Sah Jadi Bagian Jejaring Geopark Dunia

Saling Silang Bunyi Bersama Music Debu dan Baburoto SMP Negeri 3 Besuki

error: Content is protected !! silahkan di menghubungi admin jika ingin copy conten ini ... terima kasih