FeaturedPolitik & Pemerintahan

Fenomena Caleg Dadakan, Tak Ngerti Politik, Parlemen akan Mati Suri

Screenshot_2024-04-05-09-17-02-02_99c04817c0de5652397fc8b56c3b3817

OPINI – Oleh Atien A Mochtar
Fenomena terkini yang kita saksikan di masyarakat, banyak politisi dadakan, akibat dari menjamurnya partai politik di tanah air. Sehingga tak berlebihan jika saya mengibaratkan adanya Caleg Dadakan.
Begitu mudahnya partai politik berdiri di negeri ini, dan begitu mudahnya pula banyak orang mendaftarakan diri sebagai anggota legislatif, entah apa yang salah, di Amerik saja yang konon bapaknya demokrasi hanya dua partai; Partai Republik dan Partai Demokrat.
Kini bermunculanlah nama-nama untuk mengisi kolom kosong bacaleg dari berbagai latar belakang profesi; artis, pengusaha, istri pejabat mulai dari tingkat desa hingga puat , dan lain sebagainya. Tidak bisa dipungkiri, sebagian dari mereka semua awam politik. Berbekal ‘euphoria’ membela rakyat, mereka masuk hutan belantara politik.
Namun  ada tiga ‘rumus penting’ dalam proses pencalegan yang tidak bisa diabaikan , yaitu modal politik, modal sosial, dan modal ekonomi. Seakan ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Faktanya bahwa ‘rumus’ itu tidak selamanya benar, masih ada saja caleg yang kemudian jadi anggota dewan dengan cara-cara yang ‘normal’. Meski jumlahnya tidak banyak.
Ternyata, mereka terpilih menjadi ‘juara’ dari dapilnya dengan beragam sebab, tidak semata-mata karena popularitas dan isi tas yang selama ini menjadi asumsi umum dan hukum linier pemilihan umum.
Tapi, karena kecerdasan dalam membangun personal branding, menciptakan diferensiasi dan menentukan positioning yang tepat.
Tapi gak apalah, asal prosesnya demokratis dan tentunya jangan menghilangkan adat istiadat yang dibangun bertahun-tahun oleh nenek moyang bangsa. Jangan sampai dengan munculnya berbagai partai memunculkan pula perselisihan, yang akhirnya integrasi bangsa terganggu.
Berkenaan dengan caleg dadakan dapat dijumpai di berbagai daerah, hal ini dimungkinkan karena semakin banyaknya partai baru di negeri ini,  , dengan visi dan misi ingin menyalurkan aspirasi masyarakat bawah .
Tak dapat dipungkiri , mulai banyak Caleg yang berusaha lebih optimal memperkenalkan diri kepada masyarakat, sosialisasi terus dilakukan, meski terkadang cara mengenalkanya mengelitik ,karena banyak dijumpai caleg yang tidak dikenal oleh masyarakatnya, bagaimana mau dipilih wong masyarakatnya juga gak kenal.
Berbagai upaya dilakukan oleh caleg, baik sosialisasi langsung kepada masyarakat maupun dilakukan oleh tim Sukses.Selain aspek administratif dan prosedur politik, kemenangan caleg juga harus memenuhi prinsip kompetisi  popularitas, elektabilitas, dan ‘isi tas’.

Sejak saat ini, secara formal genderang perang ditabuh, kalkulasi politik dihitung, dan strategi pemenangan yang telah dirumuskan siap digelontorkan ke konsituten. Partai lama dan partai baru, saling berebut suara  . Konsensus informal terbentuk, inilah tahun politik.
Atas dasar itu, kini mulai bermunculan gambar, poster, dan iklan di berbagai sudut kota dan desa para calon anggota legislatif (caleg). Di sosial media pun demikian. Setidaknya, ini menjadi pertanda bahwa tidak ada yang terlampau dominan di semua medan perang, baik offline maupun online.
Berbagai cara dilakukan oleh caleg untuk bisa mendapatkan simpati tersebut, termasuki cara-cara unik yang dilakukan oleh sebagian caleg yang tidak mempunyai modal besar (caleg dadakan), tetapi mereka mempunyai keyakinan untuk bisa memperjuangkan nasib rakyat.
Sebagaimana kita paham, para caleg partai politik tidak bebas nilai. Setidaknya dengan itikad mereka menjadi caleg menunjukan bahwa mereka punya ‘ambisi’ politik.
Sedangkan, yang membedakan hanya kadar dan derajatnya saja. Pun demikian ternyata latar belakang para caleg beragam, pengusaha, purnawirawan, akademisi, aktivis, tokoh agama.
Setidaknya secara sederhana, membuktikan bahwa demokrasi telah memberikan ruang yang setara bagi setiap warga negara untuk dipilih. Latar belakang boleh beda, tapi motif yang ditempuh relatif sama; meraih kekuasaan dan menikmati jabatan. Jika kita hendak sinis mengambil kesimpulan akhir.
Hingga saat ini harus diakui, alih-alih menyaksikan diskursus ideologis sesuai dengan platform partai, justru kita mencermati banyak anggota dewan baik di level pusat maupun daerah seperti mati suri dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat dan memberikan kontrol terhadap kinerja pemerintah. Senyap dalam riuh agregasi politik, namun riuh dalam menuntut fasilitas.
Dalam proses pencalonan anggota legislatif dan mencari pejuang ideologis partai yang hendak ditempatkan di Parlemen justru dilakukan di persimpangan jalan-di tengah jalan-bukan sesuatu yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari ini lantas membuat saya berfikir caleg dadakan dengan kemampuan politik pas-pasan atau bahkan tak punya kemampuan dalam hal tersebut.
Saya ingin tahu dari segian banyak caleg yang sudah terdaftar , dan nantinya memang menjadi calon tetap dalam daftar hingga bisa ikut bursa pemilihan adakah yang berani  kampanye bagaimana cara memilih caleg yang baik, hingga penolakan money politics (politik uang) dalam kampanye caleg? Wani tah?
Sejatinya partainya mencari kader yang memiliki integritas untuk dunia politik. Serta memilik elektabilitas yang tinggi.Banyak figur-figur yang memenuhi syarat namun kompetensinya integritasnya itu  juga syarat penting untuk politik ,dan terakhir itu elektabilitasnya serta kiprahnya selama ini benar-benar untuk kepentingan publik.Dengan melalui pengkaderan yang tidak instan.
Ironisnya jika caleg tak ngerti politik ,  dan  ternyata tidak memiliki kartu tanda anggota partainya masing-masing. atau bahkan baru dibuat saat akan mencalonkan diri Ini menandakan partai politik tergesa-gesa menyusun daftar caleg. Selain itu, parpol juga terkesan asal merekrut calon yang belum diketahui kualitas dan integritasnya terhadap partai yang akan diwakilinya.
Bagaimana ia mampu menjaga amanat partainya, menampung aspirasi rakyat dan mengimplementasikan kebijakan yang ditetapkan diparlemen, jika tak paham politik? yo tolah toleh , jadi jangan salah pilih karena polesan dadakan, karena polesan akan luntur.  jangan sampai merasa your tactics are obly as good as your strategy, taktik Anda hanya sebaik strategi Anda untuk mendapatkan jabatan dan melupakan siapa yang memberikan jabatan, semua ini bisa selaras dan seimbang dengan pemahaman politik yang matang bukan dadakan atau instan.,hingga parlemen tak mati suri*)dir_tkm
 

IMG-20240429-WA0000
67f1cfdb785348099fb80d095209944c

Related posts

Rekomendasi Mukernas Partai Bulan Bintang

Para Perangkat Desa di Jember Lakukan Pemutakhiran IDM

Fenomena “Jual Uang” Jelang Lebaran, Diharamkan namun Dibutuhkan

error: Content is protected !! silahkan di menghubungi admin jika ingin copy conten ini ... terima kasih