JAKARTA – Anggota Komisi V DPR RI Nur Yasin menyampaikan, siap memperjuangkan aspirasi para pengemudi ojek daring atau online yang menggelar demonstrasi di depan gedung DPR/MPR. Mereka menuntut dibuatkan payung hukum penerapan upah layak menggunakan sistem subsidi dari perusahaan penyedia jasa transportasi daring.
“Kita sebagai wakil rakyat berkewajiban untuk memperjuangkan penderitaan rakyat dari saudara-saudara ojek online ini. Kita akan menyampaikan aspirasi dari rekan-rekan sekalian ke pihak terkait, baik pemerintah ataupun pihak aplikator,” kata Nur Yasin saat menemui massa aksi, Senin (23/4/2018).
“Satu sisi pihak aplikator meraup untung yang sangat besar dari bisnis transportasi online ini, namun di sisi lain driver (pengemudi-reda) online menderita dan tidak termanusiakan. Ini ketidakadilan yang nyata, dan kita komisi V DPR RI harus memanggil segera pihak aplikator,” imbuhnya.
Hal yang juga disampaikan Ketua Komisi V Fary Djemy Francis saat menemui pengemudi ojek daring yang berdemo di depan Gedung DPR RI.
Pada pertemuan itu, Fary memaparkan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti tuntutan para pengemudi ojek daring kepada pemerintah. Ada tida poin yang dijanjikan Fary.
“Pertama kita akan menyampaikan dan mendorong kepada pemerintah dalam mengatur regulasi terhadap roda dua,” ujar Fary.
Kedua, Komisi V bakal meminta pemerintah membuat aturan yang jelas antara aplikator dengan mitra. Aturan itu agar aplikator tidak semena-mena terhadap para pengemudi.
Poin ketiga berkaitan dengan tarif yang dikeluhkan para pengemudi. Nantinya Komisi V akan membuat aturan yang memperhatikan kesejahteraan para pengemudi.
Komisi V DPR RI juga menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama perwakilan massa aksi yang digelar pengemudi ojek daring. Massa aksi diwakili oleh Pemerhati Transportasi Online Indonesia (PTOI) Tigor Nainggolan dan Perkumpulan Pengemudi Transportasi Jasa dan Daring Indonesia (PPTJDI) Ahmad Syafi’i.
Dalam RDPU itu, perwakilan pengemudi ojek online mengemukakan beberapa persoalan krusial yang dihadapinya. Diantaramya, belum ada sikap jelas dari pemerintah untuk perlindungan transportasi online. Kedua, belum ada regulasi dan payung hukum tentang ojek online.
Selanjutnya, mereka meminta agar pemerintah merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun tentang lalu lintas dan angkutan jalan karena belum bisa mengakomodir teknologi online. Serta mendesak pemerintah agar roda dua diakui sebagai angkutan umum seperti roda empat.(frz)