Politik & Pemerintahan

Politik Kenegaraan dan Tagline Mengawal Negara dari Tapal Kuda

Screenshot_2024-04-05-09-17-02-02_99c04817c0de5652397fc8b56c3b3817

Oleh : Imam Fadholi

Kawasan di Jawa Timur yang disebut Tapal Kuda mempunyai keunikan dan sejarahnya sendiri yang tak banyak diketahui orang. Selain letak geografis yang memang menyerupai tapak kaki kuda atau Tapal Kuda, faktor sosial, politik, pertahanan, dan keamanan juga sangat menentukan dipilihnya nama Tapal Kuda sebagai nama kawasan yang di dalamnya meliputi Kabupaten Pasuruan (bagian timur), Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi oleh rezim penguasa orde baru kala itu. Hingga saat ini, hampir tak ada yang mengungkapkan secara terbuka tentang cerita panjang kenapa Tapal Kuda menjadi terkenal sebagai nama kawasan.

6728ecd88ab74cb1b023609657811a20
IMG-20240425-WA0040

Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, lepas dari segenap pro kontra yang ada dan cara-cara yang digunakan, beliau telah menorehkan sejarah hingga mampu berkuasa selama 32 tahun. Kemampuan itu tentu tak lepas dari kepiawaiannya dalam berpolitik. Golkar sebagai kendaraan untuk melanggengkan kekuasaannya, nyaris selalu memenangkan pemilu yang digelar. Hampir semua daerah berhasil ‘dikuningkan’ atau di-Golkar-kan. Tetapi yang cukup membuat Pak Harto dan Golkar kesulitan adalah meng-Golkar-kan beberapa kabupaten di wilayah timur Propinsi Jawa Timur ini.

Beragam cara dan upaya telah dilakukan. Semua potensi digerakkan, termasuk juga melibatkan militer hingga kelak kemudian muncullah nama Tapal Kuda yang notabene juga menjadi istilah dalam dunia militer sebagai zona penting yang diperhatikan. Namun semua upaya itu nyatanya tetap tak membuahkan hasil yang diinginkan. Sejarah telah mencatat, Golkar di wilayah Tapal Kuda harus berada di bawah Partai-partai Islam dalam perolehan suara, dan itu terjadi hingga sekarang.

Lepas dari kepentingan politik Pak Harto secara pribadi, sebagai Pemimpin Negara dan Kepala Pemerintahan, keharusan menjaga stabilitas keamanan dan pertahanan Negara secara otomatis menjadikan kepentingan politiknya sebagai kepentingan Negara.

Pada titik ini, peran strategis Tapal Kuda yang menjadi basis massa fanatik Nahdlatul Ulama (NU), dan terkenal sangat kuat dalam menentukan pilihan politiknya terhadap Partai yang berhaluan Islam, tentu sangat berpengaruh dan ikut menentukan dinamika perpolitikan tanah air, di luar maupun dalam masa-masa Pemilu. Sebenarnya hal ini terjadi bukan hanya pada masa Orde Baru, di era pemerintahan Presiden Jokowi sekarang, Tapal Kuda masih tetap diperhitungkan sebagai salah satu zona penentu stabilitas politik, pertahanan, dan keamanan Negara.

iklan dalam

Pengaruh Tapal Kuda yang signifikan ini juga telah disadari oleh Pemerintahan sekarang. Perhatian khusus diberikan kepada tokoh-tokoh simpul dan masyarakat kawasan. Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional Asal Kabupaten Situbondo KHR. As’ad Syamsul Arifin, kebijakan program khusus kawasan, terutama Banyuwangi, kunjungan-kunjungan ke Ulama dan Pesantren-pesantren, SK pendirian Kampus Universitas Ibrahimy yang langsung diberikan oleh Presiden Jokowi di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukerojo Asembagus Situbondo yang kemudian ditindak lanjuti kunjungan Menterinya, serta beberapa rencana program besar terkait kemajuan Wilayah Tapal Kuda adalah langkah kongkrit Pemerintah dan Negara dalam rangka menjaga stabilitas politik, pertahanan, dan keamanan dengan memberikan perhatian khusus pada kawasan ini.

Kenapa kawasan Tapal Kuda sekarang masih dianggap sangat penting sehingga terkesan harus dispesialkan? Kita bisa menemukan jawabannya pada puncak pergolakan politik yang terjadi dalam kasus Penodaan Agama yang menimpa mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dimana dalam waktu bersamaan terjadi serangkaian demo dengan massa besar, bahkan bisa dibilang fantastis. Puncaknya pada tanggal 02 Desember 2016 atau yang lebih dikenal dengan demo 212. Pada hari menegangkan itu, banyak pengamat, dalam maupun luar negeri memprediksi akan terjadi kehancuran rezim penguasa, karena adanya benturan yang sangat kuat. Sebelumnya, eskalasi konflik meningkat drastis. Saling serang antar kubu massa dengan menggunakan SARA tak bisa dihindarkan. Tetapi pada puncak acara demo, kenyataan yang ada justru jauh berbeda dengan yang ditakutkan.

Demo bisa berakhir dengan damai dan dapat diselesaikan dengan hampir tak ada gejolak yang berarti. Banyak kalangan menilai bahwa demo 212 yang disinyalir dimotori oleh oposisi dan untuk kepentingan menggulingkan Jokowi, justru pada akhirnya dimenangkan oleh Sang Presiden dengan cara mengambil alih Panggung. Beliau menghadapi masa dan berpidato dihadapan jutaan pendemo yang sebelumnya meneriakkan”turunkan Jokowi”.

Lalu dimana peran Tapal Kuda saat itu?

Secara langsung, perannya memang tak bisa kita lihat. Tetapi yang perlu diketahui bahwa NU sebagai organisasi dengan massa terbesar, secara kelembagaan memilih untuk tidak ikut andil dalam demo-demo tersebut, termasuk ketika 212 digelar, meski tak sedikit kaum Nahdliyyin secara individu datang dan ikut meramaikan jalannya demo yang berlangsung di Kawasan Monas Jakarta tersebut.

Diantara massa NU dari berbagai daerah yang datang ke Jakarta, daearah yang paling sedikit dan hampir tidak ada yang ikut andil dalam rangkaian demo adalah daerah-daerah di Tapal Kuda. Lagi-lagi, Situbondo dan beberpa daerah sekitarnya menjadi penentu arah perpolitikan dan stabilitas pertahanan keamanan Negara waktu itu. Bayangkan jika masa dari kawasan ini ikut turun ke jalan-jalan di Jakarta, dimana ada cerita Pasukan Berani Mati dan pasukan Pagar Nusa yang siap berangkat dan berjuang mempertahankan Gus Dur ketika dilengserkan, maka hampir bisa dipastikan, Jakarta dan Negara ini akan mengalami goncangan yang sangat besar.

Di tengah upaya Negara memerangi radikalisme dan terorisme, lagi-lagi Tapal Kuda memiliki peran yang sangat penting. Hal ini nyata dan bisa kita buktikan langsung. Di kawasan Tapal Kuda khusunya Situbondo, tidak ada satupun ormas yang ‘terstigma radikal’ bisa bertahan mendirikan cabang organisasinya. Situbondo yang berjuluk Kota Santri dan Bumi Sholawat Nariyah ini memiliki kultur Islam Tradisional ala NU dengan fanatisme yang tinggi. Karena fakta inilah maka kehadiran radikalisme, dan apalagi terorisme secara otomatis tersisih dan tak bisa hidup di sini.

Kenyataan ini pula mengingatkan kepada Almarhum Pahlawan Nasional kita, ulama kharismatik asal Situbondo yang sangat disegani, KHR. As’ad Syamsul Arifin yang pada masa perjuangan, beliau megusung tagline “Mengawal Negara dari Tapal Kuda”. Tagline tersebut bisa diinterpretasikan bahwa Kyai As’ad bersama segenap pasukannya adalah para pengawal yang mengarahkan, menjaga, serta terus berperan aktif melakukan pengawalan Negara yang sedang dalam kondisi darurat pertahanan dan keamanan. Tagline tersebut bisa menjadi pesan dan ajakan kepada seluruh Warga Negara Indonesia untuk bersama-sama berjuang menjaga Negara agar tetap untuh dalam kondisi aman dan damai.

Khusus kepada sadhéjéh trètan (semua saudara) se Tapal Kuda, tagline “Mengawal Negara dari Tapal Kuda” dari sesepuh kita Kyai As’ad itu sejatinya juga pesan kepada kita semua agar memiliki semangat juang mengawal negara dari dan di Tapal Kuda ini, dengan cara dan jalan yang sesuai situasi serta kondisi saat ini. Tagline itu sudah seharusnya kita implementasikan dalam laku di setiap lini kehidupan kita.*)invetigasi-rabi

67f1cfdb785348099fb80d095209944c

Related posts

Ada Apa? Dua Kali dalam Sebulan KPK Datangi Banyuwangi

KPU Bondowoso Resmi Tutup Pendaftaran Calon Anggota PPS Pemilu 2024, Jumlah Total Pendaftar di SIAKBA 4022 Peserta

Djaenur Ridho : Saksi TPS Diam Saksi Kecamatan Diam! Kok Di luar Protes

error: Content is protected !! silahkan di menghubungi admin jika ingin copy conten ini ... terima kasih