FeaturedLensa NusantaraPolitik & Pemerintahan

Kejar Kouta 30% Keterwakilan Perempuan,Partai Jangan Asal Comot

Screenshot_2024-04-05-09-17-02-02_99c04817c0de5652397fc8b56c3b3817

OPINI – Atien A Mochtar
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Pasal 55 Ayat 2 menerapkan system zipper yang mengatur bahwa setiap 3 bakal caleg harus terdapat sekurang-kurangnya satu perempuan, untuk menghindari dominasi laki-laki di kursi parlemen.Namun untukĀ  Kejar Kouta 30% Keterwakilan Perempuan,Partai Jangan Asal Comot.
Dalam perjalanannya, pada pemilu 2009 terbukti proporsi keterwakilan meningkat sebesar 17,8 persen dibandingkan sebelummya yang hanya 11,82 persen. Sayannya, pada periode 2014-2019 jumlah perempuan di DPR turun menjadi 17,32 persen atau 97 orang dari jumlah total 560 anggota DPR RI.
Keterwakilan 30 persen perempuan di Parlemen masih sulit dipenuhi. Meskipun, sudah ada zipper system atau kewajiban partai politik untuk menempatkan kader perempuan dalam setiap tiga caleg.
Zipper system sebenarnya sudah diterapkan sejak pemilu 2009 silam dan terbukti melahirkan banyak anggota DPR RI perempuan di parlemen. Meski dalam perjalanan hingga kini belum memenuhi 30 persen yang duduk sebagai anggota DPR.
Zipper system ternyata tidak cukup untuk mendorong keterwakilan karena hanya sebatas menjadi syarat saat pencalegan bukan menenangkannya. Partai perlu memberikan perlakuan khusus bagi caleg perempuan dengan cara memberikan pendampingan dalam kerja-kerja pemenangan.
Bagi saya, kesetaraan gender bukanlah isu perempuan semata, melainkan isu sosial dan kemanusiaan dalam artian yang lebih luas. Kesetaraan gender merupakan gerakan global dimana laki-laki dan perempuan harus sama-sama dilibatkan. Meliputi hak manusia yang paling mendasar, yaitu hidup tanpa diskriminasi,
Namun yang perlu dipahami meskipun harus memenuhi kuota 30 % selayaknya partai harus benar-benar mampu menyeleksi dengan baik , agar tak sia-sia dengan asal comot. Belum maksimalnya peran perempuan di dalam politik, sekalipun telah diberlakukan kebijakan afirmasi di UU Partai Politik dan UU Pemilu. Yang dibutuhkan untuk menjawab minimnya keterlibatan perempuan yaitu pendidikan politik intensif untuk perempuan, bukan semata penambahanĀ  kebijakan afirmasi.
Peningkatan peran perempuan dalam partai politik dan pemilu haruslah ditingkatkan pula melalui pendidikan politik bagi perempuan dan upaya-upaya lain, sehingga suatu saat perempuan yang terlibat dalam politik semakin banyak dan maksimal*)
 
 

67f1cfdb785348099fb80d095209944c

Related posts

Libatkan 350 Orang Sorlip Susu KPU Bondowoso Rampung

KPU Lumajang Coret 43 Bacaleg 2019

Bupati Berharap Ponpes Juga Jadi Pusat Perkembangan Ekonomi Kemasyarakatan

error: Content is protected !! silahkan di menghubungi admin jika ingin copy conten ini ... terima kasih