JAKARTA – Dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi yang diajukan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov), sempat meminta kepada Majelis Hakim untuk membuka sejumlah rekening yang diblokir oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam sidang putusan hari ini, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan tegas langsung menolak permintaan tersebut. Alasannya, permohonan itu tidak jelas dan tidak disampaikan secara spesifik.
Hakim Anwar berpandangan, permintaan pembukaan blokir itu tanpa disertai penjelasan. Sehingga, Hakim tidak mengetahui secara pasti pemblokiran aset yang dimaksud.
Seharusnya, kata Hakim Anwar, terdakwa menyebutkan rekening itu di bank mana, atas nama siapa dan apa kaitannya dengan perkara korupsi yang didakwakan kepada Setnov.
Dalam perkara korupsi e-KTP, Setnov divonis dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta serta subsidair tiga bulan kurungan. Setnov dinilai terbukti melakukan korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP.
Perbuatan Novanto dinyatakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Tak hanya itu, Setnov juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar USD7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang diserahkan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pembayaran uang pengganti dilakukan setelah sebulan vonis Setnov berkekuatan hukum tetap. Apabila uang dan harta benda yang disita juga tak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Kemudian, Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Setnov berupa pencabutan hak politik selama lima tahun usai menjalani masa hukuman. Lalu, Hakim juga tak mempertimbangkan permohonan Justice Collaborator (JC) Setnov.(fid)