Beranda Lensa Nusantara Dewan Pers: Program Uji Kompetensi Akan Menihilkan Praktek Abal-abalisme

Dewan Pers: Program Uji Kompetensi Akan Menihilkan Praktek Abal-abalisme

IMG-20250408-WA0090

JAKARTA – Pasca-Reformasi 1998 dan terbitnya UU 40 Tahun 1999 tentang Pers, bermunculan berbagai organisasi wartawan baru. Undang-Undang mempersilakan kepada setiap wartawan untuk memilih bergabung dengan organisasi wartawan yang telah ada ataupun membentuk organisasi wartawan baru. Orang juga seperti berlomba membuat media tanpa mengurus badan hukum, dan menjalankan kewajiban lain sebagai perusahaan pers yang diatur UU dan peraturan Dewan Pers terkait standar perusahaan pers.
Indonesia saat ini adalah negara dengan jumlah paling banyak di dunia. Data media di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai angka 47.000 media. Media online/siber adalah paling banyak. Diperkirakan ada 43.300 media online. Tapi yang tercatat di Dewan Pers dan memenuhi syarat sebagai perusahaan pers hanya berjumlah 2.200 saja. Sekitar 7 persen yang dapat disebut sebagai perusahaan pers yang profesional.

Di Indonesia banyak orang mendirikan media bukan untuk tujuan jurnalisme, yaitu memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan berita, tapi dalam praktek abal-abal. Media sengaja didirikan sebagai alat untuk memudahkan pemerasan terhadap orang, pejabat, pemerintah daerah, maupun perusahaan.

Sejak Dewan Pers mencanangkan program verifikasi perusahaan pers pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 2017 di Ambon dan kembali menegaskan tentang perlunya uji kompetensi wartawan sebagai upaya memerangi hoax dan praktek pers abal-abal, banyak orang yang mengaku sebagai wartawan ataupun mengatasnamakan media dan organisasi wartawan, melancarkan aksi demonstrasi. Kelompok-kelompok ini menolak verifikasi perusahaan pers dan juga uji kompetensi wartawan. Tuntutan itu disertai pula dengan tuntutan pembubaran Dewan Pers.
Penyalahgunaan media maupun profesi wartawan oleh kelompok abal-abal yang kian marak juga melatarbelakangi munculnya revisi Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri yang ditandatangani pada 9 Februari 2017 di hadapan Presiden RI, Joko Widodo, dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional di kota Ambon.
Pada dasamya pidana bisa dikenakan bila memang ada niat buruk dalam pemberitaan oleh pers ataupun pemberitaan yang dibuat abal-abal misalnya tak mematuhi KEJ, atau perilaku yang melanggar ketentuan hukum pidana antara lain pemerasan, menyebarkan kabar bohong, menfitnah, dan lain-lain. Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juga bisa dikenakanan kepada pihak yang jelas bukan wartawan.
“Nota Kesapahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia No: 2/DP/MoU/II/2017 dan No: B/5/11/2017 tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. Nota Kesepahaman tersebut sebagai pedoman bagi Dewan Pers maupun Polri dalam rangka koordinasi guna terwujudnya kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan,” demikian rilis dari Dewan Pers, Jumat (27/7/2018).
Mandat Dewan Pers jelas, yaitu melindungi kemerdekaan pers. Untuk itulah Dewan Pers membuat nota kesepahaman dengan kepolisian, kejaksaan. dan mendorong Mahkamah Agung untuk melahirkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008. Dalam rangka memberikan perlindungan kepada wartawan, Dewan Pers juga membuat nota kesepahaman dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan dengan Panglima TNI.
Perlu diketahui bahwa verifikasi perusahaan pers dan uji kompetensi ini adalah tindak lanjut dari Piagam Palembang 2010 yang dicetuskan oleh tokoh-tokoh pers pada puncak HPN 2010 di Palembang. Piagam Palembang mengamanatkan 2 tahun setelah piagam ditandatangani, komitmen akan dilaksanakan oleh masyarakat pers. UU No 40/ 1999 tentang Pers adalah sebuah undang-undang yang unik di Indonesia dan merupakan satu-satunya undang-undang di Indonesia yang tidak ada peraturan pemerintah (PP) maupun Peraturan menteri (Permen) sebagai peraturan pelaksanaannya. Para pengonsep dan penggagas Undang-undang Pers ini memang membatasi campur tangan orang dari luar pers untuk mengatur-atur dan memasuki ruang kemerdekaan pers. Para penyusun undang-undang berharap para wartawan profesional dan masyarakat pers, dengan difasilitasi Dewan Pers, mengatur diri sendiri melalui penyusunan berbagai peraturan, pedoman, termasuk menyusun kode etik jurnalistik.
Hingga kini wartawan yang telah lulus mengikuti uji kompetensi telah mencapai jumlah lebih dari 12.000 wartawan. Uji kompetensi dilakukan oleh 27 lembagi penguji yang terdiri dari sejumlah perguruan tinggi, lembaga pendidikan, perusahaan pers PWI, AH, dan UTI. Dewan Pers berharap program uji kompetensi akan menihilkan praktek abal-abalisme di Indonesia.
Sekelompok orang yang mengaku wartawan, mengatasnamakan media dan juga mengatas- namakan organisasi wartawan ini kembali beraksi setelah meninggalnya Muhammad Yusuf dalam tahanan kejaksaan ketika tengah menjalani proses persidangan di Kota Baru. Mereka kembali beraksi dengan tuntutan yang sama. Bukan hanya itu, melalui jaringan media online abal-abal mereka menulis secara sepihak, memfitnah dan menyerang berbagai individu dan pihak. Termasuk tokoh pers senior Indonesia, Sabam Leo Batubara dan Kapolri Jendral M. Tito Kamavian.(fzy)

Merah Putih Modern HUT RI Indonesia Instagram Post_20250816_084227_0000

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini