STOP PERILAKU POLITIK TRANSAKSIONAL :Fenomena Praktek Money Politik

Oleh : Atien A Mochtar

Opini : Beberapa hari lagi kita akan melaksanakan pesta Demokrasi , dimana yang hangat menjadi bahan perbincangan salah satunya dalam dunia politik berupa money politik (poitik uang). Fenomena ini biasanya di lakukan menjelang hari H pencoblosan sering dikenal dengan serangan fajar.

Dalam aksi terkadang di berikan uang perorang bervariasi,ada yang 25.000,50.000, 100.000, 200.000 bahkan lebih untuk mencobloskan seseorang yang dimaksudkan oleh tim pemberi (serangan fajar).

Namun apakah ini juga akan terjadi menjelang pemilihan legislatif dan Pemilihan presiden tahun 2019 , kita tidak bisa memastikannya dan itu perlu data dan bukti yang kuat. Kita berharap itu tidak terjadi di negeri ini.

Menyikapi fenomena ini, Seseorang hanya memberi sekedar untuk mencari dan menarik simpati dalam masyarakat maka tindakan seperti ini tidak di perbolehkan terhadap pemberi maupun penerima money (uang) .

Kejadian dan fenomena yang tidak kalah menariknya juga sang pemberi uang melakukan perjanjian ikatan kontrak yang mengikat dengan penerima uang untuk memilih salah satu calon pemimpin, hukumnya haram baik penerima dan pemberi. Indicator (alasan) di haramkan perbuatan tersebut di samakan dengan risywah (penyuapan). (Iswadi Arsyad, Politik Uang dalam panggung Demokrasi, 2018)

Memperkuat hal tersebut  juga sebagaimana digambarkan oleh baginda Rasulullah saw dalam hadistnya berbunyi: “Tiga orang yang tidak akan diajak berbicara oleh Allah kelak pada hari kiamat, Allah tidak akan membersihkan mereka dan mereka akan memperoleh siksa yang pedih. Pertama, orang yang memiliki air melebihi kebutuhan dalam perjalanandan tidak memberikannya kepada musafir (yang membutuhkannya).

Kedua, laki-laki yang membai’at seorang pemimpin hanya karena dunia. Apabila pemimpin itu memberinya, ia akan memenuhi pembai’atannya, tetapi apabila tidak diberi, dia tidak akan memenuhinya.

Dan ketiga, orang yang menawarkan dagangannya kepada orang lain sesudah waktu asar, lalu dia bersumpah bahwa barang dagangan itu telah ditawar sekian oleh orang lain, lalu pembeli mempercayainya dan membelinya, padahal barang itu belum pernah ditawar sekian oleh orang lain.” (HR. al-Bukhri dan Muslim).

Terlepas dari itu, politik uang bukan hanya melanggar syariat agama juga melahirkan efek yang mencederai nilai sosial dan politik itu sendiri.  

Pertama, Politik Uang Merendahkan Martabat Rakyat. Para calon atau Partai tertentu yang menggunakan Politik Uang untuk menentukan siapa yang harus dipilih dalam Pemilu telah secara nyata merendahkan martabat rakyat.

Suara dan martabat Rakyat dinilai dengan bahan makanan atau uang yang sebenarnya nilainya tidak sebanding dengan apa yang akan didapat selama 5 tahun sang calon menduduki kursi yang berhasil direbut dengan cara ini.

Proses ini jelas merupakan pembodohan massal karena rakyat dikelabui dan dibodohi hanya dengan mengeksploitasi kepentingan sesaat mereka.

Penderitaan mereka akibat kebijakan yang keliru selama sang calon menjabat atau akibat penerapan sistem yang tidak adil dan bersifat menindas kelas sosial tertentu ditutup rapat-rapat dan dikelola secara baik untuk kepentingan sang calon menaiki tampuk kekuasaan.

Ada kecenderungan, Politik Uang sengaja dipelihara dengan cara lebih dulu memelihara penderitaan rakyat agar bisa dikelola setiap momen pesta demokrasi.

Selaian itu Politik uang merupakan jebakan buat Rakyat. Seseorang yang menggunakan Politik Uang untuk mencapai tujuannya sebenarnya sedang menyiapkan perangkap untuk menjebak rakyat. Rakyat dalam hal ini tidak diajak untuk sama-sama memperjuangkan agenda perubahan, tetapi diarahkan untuk hanya memenangkan sang calon semata.

Setelah calon terpilih maka tidak ada sesuatu yang akan diperjuangkan karena sang calon akan sibuk selama 5 tahun atau periode tertentu untuk mengembalikan semua kerugiannya yang telah dikeluarkan untuk menyuap para pemilih. Kondisi akan lebih para jika misalnya, calon telah meminta bantuan konglomerat tertentu untuk menyediakan dana kampanye yang dipakai untuk menjalankan Politik Uang.

Sudah bisa dipastikan, berdasarkan pengalaman yang ada, sang calon ketika dipilih oleh rakyat yang telah dibayar, akan sibuk mengabdi selama 5 tahun melayani semua kepentingan dan kemauan sang konglomerat karena dialah yang menjadi donatur bagi sang calon.

Di Legislatif akan terjadi sebuah pelayanan terhadap sang donatur dalam bentuk kolaborasi kepentingan dalam Badan Anggaran sehingga muncul mafia anggaran yang mengelola proyek fiktif, proyek rendah mutu dan proyek dengan penggelembungan harga atau mark-up. Semua ini dilakukan dalam rangka membahagiakan sang donatur dan secara nyata akan merugikan rakyat pemilih.

Mirisnya Politik uang mematikan kaderisasi politik. Kaderisasi Politik akan mati total jika terjadi Politik Uang dalam Pemilu. Sang calon merasa tidak terbeban kepada pemilih karena akan menganggap keheberhasilannya sebagai sesuatu yang telah dibeli dari rakyat saat terjadi transaksi jual-beli suara. sebagai konsekwensinya sang calon akan sibuk mempertahankan kekuasaannya di posisi tersebut dan akan tetap maju sebagai kandidat di periode selanjutnya.

Sumber daya politik dan dana yang dikumpulkan akan dipakai untuk kepentingan diri sendiri dari periode ke periode. Disinilah terjadi kematian terhadap kaderisasi karena sang calon tidak akan dengan rela melepaskan kekuasaannya karena memang tidak ada kader yang dia siapkan.  

Beranjak dari hal tersebut hendaknya kita masyarakat berusaha untuk mewarnai dunia politik  pemilu  dan sejenisnya dengan politik sehat dan berintegrasi serta menjauhi dari nilai yang menjurus ke ranah politik kotor. Salah satu diantaranya politik uang (politik perut). Setidaknya kita kalaupun tidak berkontribusi dan andil didunia politik sehat, minimal tidak menambah pembendaharaan politik kotor dengan melibatkan dan terlibat diri dalam lingkaran politik uang.

Sekali lagi marilah kita mewarnai diri dengan perbaikan dan kebaikan menuju politik sehat dan berwibawa demi mewujudkan serta melahirkan wakil rakyat juga pemimpin harapan umat dan agama .

Pencerahan intelektual para pelaku politik sangat dibutuhkan, tetapi tidak cukup dengan kecerdasan akal dan keunggulan intelektual dalam proses politik, namun pencerahan moralitas justru lebih penting,  , Keunggulan moral yang harus diolah antara lain dengan kesederhanaan politik, keberanian politik, keadilan politik, kebesaran jiwa dan kesetiakawanan.

Berbicara etika politik itu seperti berteriak dipadang gurun.” “Etika politik itu nonsens”. Realitas politik adalah pertarungan kekuatan dan kepentingan. Politik dibangun bukan dari yang ideal, tidak tunduk kepada apa yang seharusnya.Dalam politik, kecenderungan umum adalah tujuan menghalalkan segala cara. Dalam konteks ini, bagaimana etika politik bisa berbicara?

Manusia menjadi landasan utama dalam melakukan sesuatu. Mengapa?Karana etika, moralitas, dan hati nurani akan terus mengawasi tindakan dan prilaku manusia. Nafsu kebinatangan manusia cendrung mendominasi jika nilai dan hati nurani berjalan tidak berimbang, sehingga nilai baik buruk sulit dipilah secara terinci. Di sinilah etika dan kejernihan hati nurani itu diperlukan.Mari belajar dewasa berpolitik. *)ketuadpcbarabajabondowoso.

Related posts

Ketua KPU Bondowoso Lantik 115 PPK untuk Pilkada 2024

Ketua DPC PKB Bondowoso Mengaku Belum Kantongi ” Ijin Tertulis ” Bacabup Pilkada 2024

“Semalam di Desa Kretek” Cara Pemkab Bondowoso Dekatkan Layanan bagi Masyarakat