Oleh : Imam Fadoli
OPINI – Panggung politik nasional makin menunjukkan keseruannya. Atraksi-atraksi menegangkan sekaligus menggelikan dari para politisi yang disertai sorak sorai cheerleadersnya menambah panas suasana. Histeria sebagian penonton di luar panggung membuat aksi mereka semakin menjadi-jadi. Bahkan tak sedikit diantaranya mulai menunjukkan kegilaan.
Yang tak kalah menarik dan sempat mendapat perhatian khusus adalah tampilnya beberapa sosok tua yang sudah lama turun panggung. Dia sebenarnya lebih dikenal sebagai sutradara, tapi pada tahun politik kali ini terpaksa ikut naik ke atas panggung demi meraih jatah pujian, tepuk tangan, atau minimal lirikan.
Baca Juga :  Pri Bowo dan Aming Rais Menakuti, Baiknya Kita Tertawa Bersama Â
Di atas panggung itu, kita juga disuguhi aksi akrobatik aktor-aktor figuran yang kelanjingan kesana kemari cari perhatian sambil sesekali teriak serampangan yang kian menambah ketengangan sekaligus kelucuan pertunjukan.
Kemeriahan panggung dengan segenap dinamikanya ini tak hanya tampak dalam kancah perpolitikan nasional. Di daerahpun demikian. Politisi-politisi lokal beserta rombongan cheerleadersnya seakan tak ingin ketinggalan.
Lewat panggung-panggung kecil pra Pilkada yang akan segera digelar, mereka memainkan peran-peran tokoh unik yang terkesan menarik sekaligus menggelitik. Tak jarang karena aksi-aksi mereka yang tadinya ingin menunjukkan kehebatan, nyatanya malah membeberkan kebodohan di panggung. Tak ayal, ketika beberapa politisi seperti ini berdialog, para penonton kemudian serentak tertawa dengan disertai cibiran.
Tingkah polah para politisi itu sebenarnya masih bisa dibilang wajar. Mengingat mereka adalah calon kontestan pemilu yang tentu tertuntut untuk terus menerus tebar pesona agar nantinya kita (rakyat biasa) ini mau memilih mereka menjadi pelayan-pelayan kita diberbagai posisi dan jabatan pada pagelaran panggung akbar Pikada, Pileg, dan Pilpres.
Baca Juga :  Politik Kenegaraan dan Tagline Mengawal Negara dari Tapal Kuda Â
Biasa saja, dan bisa dibilang wajar ketika ekspresi manggung para politisi tersebut masih dilandasi niat baik untuk membawa negara ini ke arah yang lebih baik pula. Kitapun sebagai penonton yang baik hendaknya memaklumi jika diantara mereka harus berebut simpati agar natinya kita mau menjatuhkan pilihan kepada mereka.
Tapi jika ekspresinya sudah menunjukkan kejahatan dari niat yang tersembunyi, tentu konsekuensinya akan dikeluarkan oleh sesama penghuni panggung. Jika tidak, penontonlah yang akan meneriaki mereka turun, bisa juga disertai lemparan sepatu atau batu, atau terparah, politisi tersebut akan ditarik agar segera turun dan meninggalkan panggung pertunjukan. Fakta-fakta tentang hal ini sudah nyata sekali. Banyak diantaranya yang berakhir di bui karena telah terbukti menyalahi aturan main yang ada serta telah melewati batas wajar dari sebuah kesalahan.
Rentetan nama politisi tanah air yang pada akhirnya berujung di bui adalah: Anas Urbaningrum, Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, Luthfi Hasan Ishaq, dan masih banyak lagi nama lainnya yang telah diseret ke penjara. Terakhir, masih segar dalam ingatan drama panggung Setya Novanto, politisi senior ini sekarang harus mendekam dalam tahanan dan menjalani rangkaian persidangan karena diduga telah melakukan korupsi serta kebohongan publik yang juga ikut menyeret kuasa hukum dan seorang dokter ternama dari sebuah rumah sakit masuk dalam kasusnya.
Panggung politik dengan segenap dinamikanya adalah bagian dari isi alam semesta. Dan alam ini tentu memiliki hukumnya sendiri. Siapapun yang sudah melewati batas wajar untuk di toleransi, tentu akan memasuki wilayah konsekuensi hukum alam itu sendiri. Pinalti atau diskualifikasi adalah ganjaran bagi siapapun yang telah melampaui batas kewajaran.
Bukan hanya dalam dunia politik, dalam agamapun demikian. Baru-baru ini ada HTI yang kita ketahui telah ditolak dan dibubarkan hingga menjadi organisasi terlarang di Republik ini, tentu karena aksi-aksinya selama ini telah melampaui batas-batas yang ada.
Semoga kita semua bisa senantisa berhati-hati dalam berekspresi. Baik sebagai rakyat, politisi, atau sebagai apapun, agar tak masuk dalam golongan yang melampaui batas-batas kewajaran yang secara hukum telah ditetapkan dalam undang-undang, maupun yang tak tertulis tetapi telah menjadi hukum alam di negeri ini. Amin…*)redpel_rabi