Banyuwangi – TradisiĀ Bubak Bumi sebagai tanda memasuki awal musim tanam bagi para petani Banyuwangi.
Dalam tradisi ini petani menggelar doa bersama di Dam Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi, Senin (31/10/2022).
Bubak bumi merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan petani untuk mengawali musim tanam.
Bubak bumi ini diikuti warga yang tinggal di 8 kecamatan yang dialiri sungai Kalibaru, antara lain Kecamatan Tegalsari, Bangorejo, Pesanggaran, Siliragung, Cluring, Purwoharjo, Muncar, danĀ Tegaldlimo.
Dalam catatan sejarah, Dam Karangdoro pernah mengalami kerusakan parah akibat banjir bandang yang tahun 1929.
Kejadian tersebut lantas dikenal dengan sebutan āTragedi Mblabur Senin Legiā. Itulah sebabnya mengapa Bubak Bumi dilaksanakan pada hari Senin.
Wakil Bupati Banyuwangi Sugirah mengatakan keberadaan Dam Karangdoro vital sebagai irigasi areal persawahan di 8 kecamatan tersebut. Festival Bubak Bumi, diselenggrakan sebagai upaya mengenang berdirinya Desa Kandangdoro.
“Dam Karangdoro ini melayani kebutuhan air pertanian sehingga produktivitasnya terus meningkat. Dam ini dibangun pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1921, diaman pimpinan proyeknya adalah orang Indonesia asli, Ir Sutedjo,” papar Sugirah, Senin (31/10/2022).
Ditempat yang sama Kepala Dinas PU Pengairan, Guntur Priambodo mengatakan, Dam atau Bendung Karangdoro adalah sungai yang mampu mengairi baku sawah terbesar di Banyuwangi dan Jawa Timur. Dam Karangdoro mampu mengairi laha seluar 16.165 hektar, yang ada di 8 kecamatan.
āBaku sawah yang dilayani Dam Karangdoro ini terbesar di Banyuwangi dan Jawa Timur, luasnya capai 16.165 hektar,ā jelasnya.
Festival Bubak Bumi 2022 dimanfaatkan untuk sosialisasi tata tanam global. Dalam rencana tata tanam global itu telah ditetapkan neraca air yang ada di masing-masing DAS.
“Sudah dihitung berapa debit air, kapan harus ditanami, sampai kapan tidak boleh tanam. Sehingga hasilnya akan optimal bisa dinikmati secara adil dan merata,” tandas Guntur.
Festival tersebut diakhiri dengan tabur bunga bersama sebagai penghormatan bagi mendiang Ir Sutedjo. Setelahnya dilakukan prosesi menuangkan dawet ke sungai sebagai harapan agar air melimpah ruah dan alirannya bisa menyuburkan pertanian. Kemudian masyarakat menikmati makan tumpeng sejumlah 70 tumpeng sebagai tanda syukur kepada sang pencipta.