Jakarta – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengagendakan sidang perdana kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1 pada hari ini. Sidang perdana diagendakan dengan membacakan dakwaan untuk bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Tim Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mempersiapkan surat dakwaan tersebut untuk dibacakan. Nantinya, mereka membeberkan sejumlah aliran uang proyek PLTU Riau-1 yang dituangkan dalam dakwaan Johannes Kotjo.
“Terdakwa pertama dalam kasus PLTU Riau-1, jadi nanti akan diuraikan lebih lanjut. Tentu tidak hanya soal proses penerimaan uang ya, atau pemberian uang, tetapi juga pertemuan-pertemuan dengan sejumlah pihak,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (4/10/2018).
Ia menerangkan, dalam surat dakwaan Johannes Kotjo akan diuraikan proses pertemuan antara salah satu orang terkaya di Indonesia tersebut dengan sejumlah pejabat di instansi tertentu. Pertemuan itu diduga untuk membahas pemulusan kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.
“Ada pertemuan antara tersangka yang sedang diproses saat ini ada juga pertemuan dengan pejabat-pejabat lain di berbagai instansi itu tentu juga diuraikan di dakwaan tersebut,” terangnya.

Tak hanya soal aliran uang dan pertemuan-pertemuan yang diduga untuk meloloskan proyek PLTU Riau-1, Tim Jaksa KPK juga akan membeberkan mekanisme pembagian fee kepada sejumlah konsorsium yang ikut dalam proyek tersebut.
“Termasuk juga terkait dengan bagaimana mekanisme kerja sama pembagian fee dan juga proses persetujuan proyek PLTU Riau-1 sampai melibatkan konsorsium itu menjadi bagian yang akan dibuktikan nanti pada proses persidangan,” ungkap Febri.
Sekadar informasi, proyek pembangkit listrik mulut tambang itu merupakan bagian dari program 35 ribu megawatt (mw) yang digagas oleh pemerintahan pusat. PLTU Riau-1 itu ditargetkan bisa beroperasi pada 2020/2021, namun dihentikan sementara setelah adanya kasus ini.
Dalam proyek tersebut, PLN melalui PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) menggarap proyek investasi senilai USD900 juta ini. Setelah dirancang memiliki saham 51 persen, PT PJB kemudian menunjuk Blackgold Natural –anak usaha Blackgold PT Samantaka Batubara, China Huadian Engineering, dan PT PLN Batu Bara untuk menggarap pembangunan PLTU Riau-1.
Diduga ada penunjukan langsung dari PT PLN untuk para konsorsium menggarap proyek itu. Penunjukan langsung tersebut dimuluskan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan diketahui oleh Mantan Menteri Sosial Idrus Marham.

Eni dan Idrus pun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama proyek PLTU Riau-1. Selain Eni dan Idrus, KPK juga menetapkan Bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Eni sendiri diduga bersama-sama Idrus menerima hadiah atau janji dari Kotjo. Eni diduga menerima uang sebesar Rp6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap. Uang itu adalah jatah Eni untuk memuluskan perusahaan Kotjo menggarap proyek senilai USD900 juta.
Penyerahan uang kepada Eni tersebut dilakukan secara bertahap dengan rincian Rp4 miliar pada November–Desember 2017 dan Rp2,25 miliar pada Maret–Juni 2018. Idrus juga dijanjikan mendapatkan jatah yang sama jika berhasil meloloskan perusahaan Kotjo.
“Terdakwa pertama dalam kasus PLTU Riau-1, jadi nanti akan diuraikan lebih lanjut. Tentu tidak hanya soal proses penerimaan uang ya, atau pemberian uang, tetapi juga pertemuan-pertemuan dengan sejumlah pihak,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (4/10/2018).
Ia menerangkan, dalam surat dakwaan Johannes Kotjo akan diuraikan proses pertemuan antara salah satu orang terkaya di Indonesia tersebut dengan sejumlah pejabat di instansi tertentu. Pertemuan itu diduga untuk membahas pemulusan kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.
“Ada pertemuan antara tersangka yang sedang diproses saat ini ada juga pertemuan dengan pejabat-pejabat lain di berbagai instansi itu tentu juga diuraikan di dakwaan tersebut,” terangnya.

Tak hanya soal aliran uang dan pertemuan-pertemuan yang diduga untuk meloloskan proyek PLTU Riau-1, Tim Jaksa KPK juga akan membeberkan mekanisme pembagian fee kepada sejumlah konsorsium yang ikut dalam proyek tersebut.
“Termasuk juga terkait dengan bagaimana mekanisme kerja sama pembagian fee dan juga proses persetujuan proyek PLTU Riau-1 sampai melibatkan konsorsium itu menjadi bagian yang akan dibuktikan nanti pada proses persidangan,” ungkap Febri.
Sekadar informasi, proyek pembangkit listrik mulut tambang itu merupakan bagian dari program 35 ribu megawatt (mw) yang digagas oleh pemerintahan pusat. PLTU Riau-1 itu ditargetkan bisa beroperasi pada 2020/2021, namun dihentikan sementara setelah adanya kasus ini.
Dalam proyek tersebut, PLN melalui PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) menggarap proyek investasi senilai USD900 juta ini. Setelah dirancang memiliki saham 51 persen, PT PJB kemudian menunjuk Blackgold Natural –anak usaha Blackgold PT Samantaka Batubara, China Huadian Engineering, dan PT PLN Batu Bara untuk menggarap pembangunan PLTU Riau-1.
Diduga ada penunjukan langsung dari PT PLN untuk para konsorsium menggarap proyek itu. Penunjukan langsung tersebut dimuluskan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan diketahui oleh Mantan Menteri Sosial Idrus Marham.

Eni dan Idrus pun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama proyek PLTU Riau-1. Selain Eni dan Idrus, KPK juga menetapkan Bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Eni sendiri diduga bersama-sama Idrus menerima hadiah atau janji dari Kotjo. Eni diduga menerima uang sebesar Rp6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap. Uang itu adalah jatah Eni untuk memuluskan perusahaan Kotjo menggarap proyek senilai USD900 juta.
Penyerahan uang kepada Eni tersebut dilakukan secara bertahap dengan rincian Rp4 miliar pada November–Desember 2017 dan Rp2,25 miliar pada Maret–Juni 2018. Idrus juga dijanjikan mendapatkan jatah yang sama jika berhasil meloloskan perusahaan Kotjo.