Bondowoso — Kepala Bagian Prokopim Sekretariat Daerah Kabupaten Bondowoso, Raden Saudia Yourdan Islami Taufik, tampil memukau dalam pagelaran rakyat bertajuk Ngampar Lama’ pada acara Megalit Fest 2025, yang digelar dalam rangka peresmian Museum Terbuka Megalitik Bondowoso, di Desa Pakauman, Kecamatan Grujugan, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur,Jum’at ,7/11/2025.
Dalam pertunjukan yang mengusung tema “Merajut Budaya, Menyambung Peradaban” tersebut, Yordan — sapaan akrabnya — berperan sebagai penguasa wilayah peradaban di Lereng Argopuro, tokoh protagonis dalam kisah bertajuk “Patung Megalitik Bermuka Dua: Jejak Duka yang Terukir Abadi.”
“Lakon ini menceritakan kisah arca dua rupa yang ada di Museum Terbuka Megalitik Bondowoso,” ujar Yordan seusai pementasan, Jumat (7/11/2025).
Sebagai pembina Komunitas Ngampar Lama’, Yordan menjelaskan bahwa pertunjukan rakyat tersebut digelar secara keliling dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya, kata dia, untuk memberikan hiburan gratis kepada masyarakat sekaligus membuka ruang berekspresi bagi para pelaku seni dan budaya di Bondowoso dan sekitarnya.
“Melestarikan budaya adalah panggilan hati nurani. Karena itu, saya tidak segan turun langsung menjadi pemain dalam setiap pagelaran,” ujarnya.
Kisah Dua Wajah: Duka dan Ketidakadilan
Lakon yang dimainkan Yordan mengisahkan tentang patung megalitik bermuka dua, peninggalan kuno yang ditemukan di kawasan megalitik Desa Suco Lor, Kecamatan Maesan. Patung tersebut menggambarkan dua wajah — laki-laki dan perempuan — yang menyatu, menjadi simbol kesedihan dan ketidakadilan.
Menurut cerita yang diwariskan turun-temurun, patung itu berkaitan dengan kisah tragis seorang penguasa bijaksana yang kehilangan kedua anaknya akibat wabah penyakit yang melanda wilayah kekuasaannya.
“Patung ini bukan sekadar karya seni yang terabaikan oleh waktu, melainkan simbol kuat tentang kehilangan, kesedihan, dan ketidakadilan,” terang Yordan.
Kematian putra-putri sang penguasa, yang seharusnya menjadi penerus tahta, dianggap sebagai pukulan berat bagi masyarakat kala itu. Kesedihan mendalam tersebut diabadikan dalam bentuk patung bermuka dua — wajah laki-laki melambangkan penguasa yang kehilangan harapan, sementara wajah perempuan menggambarkan duka keluarga yang ditinggalkan.
Simbol Duka dan Pengingat Kehidupan
Masyarakat setempat meyakini patung megalitik itu memiliki nilai spiritual dan menjadi simbol penerimaan atas kehilangan. Mereka percaya, patung tersebut menjaga keseimbangan antara dunia manusia dan dunia roh, serta menjadi pengingat bahwa duka adalah bagian dari perjalanan hidup.
“Meski penerus tahta telah tiada, semangat mereka terus hidup dalam ingatan masyarakat. Patung itu menjadi saksi bisu perjalanan waktu dan pengingat akan ketidakabadian hidup,” tutur Yordan.
Dengan pementasan ini, Komunitas Ngampar Lama’ berupaya menghidupkan kembali kisah dan nilai-nilai luhur dari masa lalu, agar generasi muda Bondowoso tidak melupakan akar budaya dan sejarah daerahnya.








