Bondowoso – DPRD Bondowoso melaksanakan rapat intern ,Senin 10/03/2025, malam.Dalam rapat intern tersebut dilakukan pembentukan tiga (3)Panitia Khusus (Pansus)
Adapun 3 Pansus tersebut diantaranya Pansus 1 tentang PAD dengan Ketua H.Tohari (PKB)dan Wakil Kukuh Raharjo (Partai Golkar)
Sementara Pansus 2 tentang Tatib
Ketua Mas didik (Partai Golkar)
Wakil Ketua dijabat oleh Sukadi (Gerindra)
Sedangkan Pansus 3 tentang tata cara pemilihan ,pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa ,Ketua dijabat Abd Majid (Gerindra) Wakil ketua M Imron (PKB)
Ketua DPRD Bondowoso H.Ahmad Dhafir menyampaikan bahwa perlu membentuk pansus, bukan berarti mencari-cari kesalahan.
” Diharpakan nantinya kita tidak hanya mengandalkan transfer dari pusat, tidak hanya mengandalkan bagi hasil dan sebagainya ,tapi bagaimana juga meningkatkan PAD yang itu nanti akan dikembalikan pada rakyat ,sehingga harapannya nanti ,hasilnya ada beberapa rekomendasi tentang meningkatkan PAD ,target pansus memberikan dukungan dorongan kepada eksekutif untuk melakukan intensifikasi antara lain menggali sumber-sumber baru dan mengevaluasi mungkin ada beberapa sumber PAD yang kurang atau belum maksimal ,” jelasnya usai memimpin rapat intern.
Yang kedua kata Dhafir terkait pasus Tatib memang harus ada perubahan, ada nama komisi yang berubah dan sebagainya termasuk kode etik.
” Yang ketiga pansus tentang tata cara pemilihan ,pengangkatan ,dan pemberhentian kepala desa. Saya kira karena memang mau melaksanakan Pilkades setelah ditetapkan undang-undang bahwa sekarang masa jabatan kepala Desa di Perda itu masih mengatur 6 tahun tentu diharapkan disesuaikan dengan undang-undang menjadi 8 tahun,”paparnya.
Menurutnya rekomendasi pansus 3 ini akan menjadi dasar untuk pelaksanaan Pilkades di tahun 2025.
“Kita tidak hanya membahas pasal , mungkin ada beberapa pasal yang perlu disempurnakan pada pasal yang mengatur tentang pemilihan, pengangkatan kepala desa,”tegasnya.
Dikatakan bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya.
Ia mencontohkan ASN di undang-undang itu harus ijin atasan , guru atasannya KS bagaimana itu nantinya harus izin Bupati, karena yang bertanggung jawab apalagi ASN daerah yang atasannya adalah Bupati maka harus ijin Bupati.
Contoh lainya kata Dhafir , dulu belum ada PPPK bagaimana kalau juga ingin mencalonkan
“Yang kita pikirkan adalah dampak terhadap fenomena baru, dengan DD ,ADD tentunya banyak yang ingin berlomba-lombanya mencalonkan jadi harus tegas diatur,” katanya.
Apa lagi sekarang ada efisiensi bahkan tidak ada penambahan ASN, yang dikhawatirkan kemudian kalau diberi izin ,contoh guru diberi izin, pusat menilai bahwa pemerintah daerah kelebihan guru.(Adhex)








