OPINI – oleh : Rifa’i
Kampung secara struktural adalah substitusi dari pemerintahan desa. Jadi kalau desa dianggap sebagai bagian terlokal dari sebuah pemerintahan negara, maka kampung-kampung yang merupakan denyut nadi sebuah desa, sudah seharusnya mendapatkan perhatian khusus dan serius.
Oleh sebab itu, melalui pemerintahan Joko Widodo sudah sangat tepat dengan mrmprioritaskan program membangun dari desa.
Maka, pada tahun 2015, pengelolaan dana sebesar 20 triliun langsung dari pemerintah pusat ke desa, yang kira-kira masing-masing desa rata-rata 1 Milyar.
Dengan anggaran dana yang cukup besar tersebut, menghasilkan banyak perubahan bagi pembangunan di desa secara signifikan. Seperti infrastruktur jalan ke pelosok-pelosok desa, hingga dusun dan perkampungan warga yang sudah baik, karena sudah dibenahi.
Juga sanitasi dan irigasi desa yang sudah semakin baik, serta perkembangan lainnya yang terkait dengan pembangunan fisik desa, sudah sangat mudah di lalui.
Dengan hal tersebut, akan lebih memungkinkan akan adanya peningkatan perekonomian di desa, karena akses infrastrukturnya sudah semakin baik.
Tetapi, dengan sudah semakin baikhya akses infrastruktur yang sudah di bangun, tidak sebanding dengan sumber daya manusianya yang masih ketinggalan dalam konteks kemajuan peradaban, perekonomian, pendidikan dan lain sebagainya.
Sehingga, dengan adanya ketertinggalan akan sumber daya manusia itu, di tengah masyarakat desa terutama di kalangan pemuda misalnya, mereka menjadi masyarakat yang konsumtif, hanya menjadi pengikut trend kekinian, yang ke arab-araban, ke korea-korean, ke india-india, ke barat-baratan dan lain sebagainya.
Sehingga meninggalkan identitas kultur budaya aslinya, dan yang diambil banyak efek negatifnya.
Oleh karena itulah, kemudian muncul ide atau gagasan jaringan “Kampung Nusantara” di tengah-tengah masyarakat kampung atau desa yang tengah mengalami ketertinggalan.
Untuk mengetahui lebih detail tentang jaringan “Kampung Nusantara”, silahkan klik
http://kampungcempluk.com
